Selasa, 19 Oktober 2010

Selamat Jalan Bibi..

Innalillahi Wainnalilahi Rojiun
Jam 07.20 Hari Selasa Tgl 19 Okt 2010, aku mendengar berita duka dari Bapakku di kampung, “ Innalilalahi Wainnalilahi Rojiun, telah meninggal dengan tenang bibi Ratiah Binti Tarwan ( bibi ) di rumah Om Ugi jam 06.30. “. Aku langsung berpikir benarkah yang meninggal itu bibi ?. Lebaran kemarin aku masih sempat bertemu, Bibi saat itu berada di ruang kamarnya di rumah Om Ugi..Bibi menghampiri aku dan aku pun menyalaminya. Aku memberikan uang 50 ribu buat jajan bibi. Setiap aku bertemu bibi memang aku selalu menyempatkan untuk memberikan uang meski jumalh itu ( 50 ribu ) tak begitu banyak membantu buat kehidupan bibi. sumbangan itu setidaknya sebagai tanda kasih dan perhatian aku dengan bibi. Saat aku temui lebaran itu, bibi masih sehat dan tak menunjukan bibi sedang sakit. Sehari setelah itu, saat aku hendak pergi ke makan Mbah Tari dan Mbah Saleh, aku lihat bibi sedang telungkup di kamar tidur Mbah Etu. Bibi mengerang, dan menangis menahan sakit. Mbah Etu bilang, bibi sedang sakit perut. Namun aku dapat merasakan bahwa sakit yang di derita bibi pasti begitu menyiksa dirinya hingga ia menangis. kemudian aku melanjutkan pergi ke Makam Mbah Tari dan Mbah Saleh. Itu terakhir aku melihat bibi. Sekarang Bibi telah tiada, pergi meninggalkan dunia. Semoga Alloh Menerima Segala amal dan perbuatan bibi dan semoga Alloh mengampuni segala dosa dan kesalahan ketika bibi masih di dunia. Semoga Alloh memberikan tempat yang baik , di sisiNya. Amin.
Bibi adalah pengasuh ketika aku masih bayi, mungkin sampai kira kira aku berusia lima tahun. Bibi pernah hidup lama bersama aku. Sambil mengasuh bibi kadang membantu pekerjaan ibu. Bibi adalah sosok wanita yang sabar, dan penurut. Waktu kecil aku begitu dekat dengan bibi, kemana mana aku sering ada dalam gendongannya. Ketika aku bermain, bibi dengan setia menjaga dan menemaniku. Kadang aku merasa kasian dengan hidup bibi. Dia tidak punya suami, saudara pun sepertinya tidak ada yang memperhatikan, sibuk dengan urusannya sendiri sendiri. Ketika aku sudah besar, mungkin berusia 10 tahun bibi pindah ke Om Ugi. Di sana bibi membantu pekerjaan Om Ugi dan Ce Yuri. Jarak telah menjauhkan aku dari bibi, apalagi setelah aku semakin dewasa. Kuliah di purwokerto, hingga aku tak lagi sering melihat bibi. Waktu aku masih kuliah pun aku sering memberikan uang ke bibi entah itu 20 ribu atau 10 ribu. Kini Bibi telah tiada..sedih rasanya melihat fenomena orang orang yang dulu pernah dekat dengan ku pergi meninggalkan dunia. Apalagi bibi hanya sendiri tidak punya siapa siapa.

Beberapa bulan yang lalu pun aku di kabari oleh Bapak , bahwa Mang Karsim meninggal dunia. Padahal kemarin lebaran baru saja aku bersalaman. Mang Karsim saat itu memang aku lihat sedang sakit, di bagian kakinya membengkak. Tapi begitulah yang aku lihat dari sosok mang karsim. Senyumnya selalu keluar menyapa orang yang baru saja di temuinya. Meski sedang sakit, Mang Karsim masih sempatkan berjalan untuk menemui dan menyalami orang yang berkunjung. Istrinya, Bi Rijah..sudah pergi terlebih dahulu meninggalkan dunia. Melihat sosok Mang Karsim memang beda dari yang aku temui pada orang lain. Orangnya selalu easy going, semua masalah sepertinya di bawa tersenyum.
Satu per satu aku melihat bahwa Alam Desa ku telah begitu Tua. Orang orang tua yang aku masih anggap muda dan masih “ rosa “ rupanya sudah tidak sanggup lagi menahan derita yang ia alami. Apakah ini dari Perekonomian yang tidak berjalan dengan merata. HIngga aku melihat kondisi orang orang tua yang sebetulnya dalam pengamatanku masih kuat, menjadi lapuk tidak kuat menahan perih dan derita. Hingga akhirnya dia menemui ajalnya lantaran sakit yang tak terobati. Inilah wabah dari perekonomian yang hanya bergerak pada mereka di perkotaan saja. Perekonomian yang hanya bertumpu pada masyarakat kaya saja. Sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terjepit dan kesulitan hidup. Hingga masalah perawatan kesehatan tidak terjamin sama sekali. Masih mending mereka bisa dapat makan dan minum meski d engan sangat minimal. Cuma ,bagaimana kalo mereka menderita sakit ? di mana sekarang yang aku temui bahwa untuk membeli obat saja, harganya mahalnya minta ampun. Tidakkah pemerintah bisa memikirkan hal ini ? secara mendalam ? berapa banyak manusia yang aku yakin telah banyak yang meninggal akibat karena kesulitan ekonomi. Sangat miris melihat kenyataan sebuah warga Negara di mana pejabat pejabat pemerintah dengan bangganya menunjukan Indonesia sedang dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang bagaimana ? bisakah mereka para pejabat merasakan apa yang orang kaum miskin rasakan ? betapa masih banyak tingkat kemiskinan dan kesulitan ekonomi di sebuah desa ? kenapa setiap kebijakan ekonomi selalu di mulai dari sector atas ( pusat ) terlebih dahulu baru kemudian di daerah ? kenapa tidak memulai dari sector kecil , pedesaan dulu baru kemudian ke menengah, ke pusat ? bukankan mereka yang miskin miskin itu yang sering di jumpai di pedesaan ? aku yakin jika setiap pemangku pejabat penting Negara memikirkan dari bawah terlebih dahulu pasti aka ada perubahan kehidupan masyarkat di setiap tingkat desa. Tidak seperti sekarang yang aku lihat, desa yang bertambah kering dan tandus. Kehilangan sumber daya ekonomi. Anak muda yang mustinya menjadi tulang pungung sumber daya ekonomi desa, malah pergi meninggalkan desa, pergi ke kota. Parahnya ini terjadi hampir di setiap desa.

Sungguh miris melihat tingkah laku para pejabat yang jauuuuuh sekali dari consernitas apa yang telah tejadi pada masyarakat desa di sana. Mereka hanya ribut masalah politik, hokum, balas membalas, antar instansi, antar lembaga hukum saja semua pada ribut mempertahanakn ego dan kepentingan lembaganya masing masing. Tak ada yang aku lihat pejabat yang mempunyai hati dekat dengan masyarakat. Tak ada yang aku temui pejabat yang betul betul memikirkan setiap hari nasib para mereka yang berada di garis kemiskinan. Jangankan pejabat, Presiden pun aku tak melihatnya punya consernitas seperti itu. Hanya Almarhum Abdurahhman Wahid yang mempunyai hati dekat dengan masyarakat kecil. Ini bukan Cuma tulisan, pepesan kosong. Namun semangat dan perjuangan Gus Dur dalam membela rakyat kecil telah di buktikan semasa beliau menjabat sebagai presiden dan setelah turun dari tahta presiden. Nampak kelihatan sikap dan gaya hidupnya orang yang selalu dekat dengan r akyat kecil. Kemanapun pergi dia se lalu dekat dengan rakyat kecil.
Percuma saja pertumbuhan ekonomi 6, 5 % yang selama ini di gembar gemborkan sebagai kesuksesan kebanggaan pemerintah kalo saja masalah kemiskinan dan mendapatkan obat yang layak masih sulit di gapai oleh masyarakat kecil dan pedesaan ? Miris… ( wied, Jkt 19 Okt 2010 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar